Translate

Minggu, 10 Maret 2013

Mengonsumsi Garam


Dalam hal mengonsumsi garam, tirulah orang Eskimo, Indian Inca atau warga Dayak. Mereka nyaris tidak makan garam, tapi tetap bisa hidup. Menu mereka cenderung hambar, namun tidak ada yang kurang dalam kelangsungan kerja mesin tubuhnya. Dan memang seperti itulah yang sesungguhnya tubuh kita butuhkan. Menu asin terbentuk lebih karena budaya orang urban manakala rasa enak garam dapur ditemukan. Budaya gemar garam begini yang tanpa disadari telah merongrong ginjal orang-orang di dunia untuk bekerja lebih keras membuang kelebihan natrium (sodium) dari garam yang ditelan setiap hari. Padahal, tubuh tidak memerlukan garam sebanyak kebiasaan budaya makan kita.
Garam dikenal identik dengan penyakit darah tinggi. Itu sebab, bukan cuma orang gedongan yang bisa kena darah tinggi, tapi juga jika masih banyak rakyat kecil yang menu hariannya ikan asin. Dalam garam dapur terkandung unsur natrium dan klor (NaCl). Unsur natrium penting untuk mengatur keseimbangan cairan di dalam tubuh, selain bertugas dalam transmisi saraf dan kerja otot.
Kita boleh tidak makan garam, asal ada natrium dalam menu harian. Banyak menu harian yang menyimpan natrium dan itu sudah bisa mencukupi kebutuhan tubuh. Namun, oleh karena natrium yang secara alami terkandung dalam bahan makanan tidak berikatan dengan klor, maka tak memberi cita rasa asin pada lidah kita. Itu berarti, kendati menu yang kita konsumsi tanpa garam atau tak bercita rasa asin, tidak berarti tubuh tak memperoleh kecukupan natrium. Demikian pula kebanyakan menu harian orang Eskimo, Dayak, dan Indian yang tidak asin namun tubuh tidak kekurangan natrium.
Tubuh membutuhkan kurang dari tujuh gram garam dapur sehari atau setara dengan 3.000 mg natrium. Kebanyakan menu harian kita memberi berlipat-lipat kali lebih banyak dari itu. Selain meninggikan tekanan darah, kerja ginjal jadi jauh lebih berat untuk membuangnya. Jika sangat berlebihan bisa membuat pikiran kacau dan jatuh koma.
Satu sendok teh garam dapur berisi 2.000 mg natrium. Natrium yang terkandung dalam setiap menu modern rata-rata sekitar 500 mg. Pada takaran itu ginjal sudah perlu lembur untuk tetap mempertahankan keseimbangan cairan dan asam-basa agar mesin tubuh tak kacau dari penyakit akibat kelebihan natrium tidak sampai muncul.
Jenis makanan yang banyak mengandung natrium, antara lain, soda kue, bubuk soda sebagai pengawet, obat pencahar (laxative), menu yang dipanggang, keju, makanan kaleng dan laut (seafood), serta padi-padian (cereals). Bagi yang pantang garam, juga perlu menjauhi jenis sumber natrium tinggi ini. Jenis makanan yang rendah natrium, antara lain, buah dan sayur-sayur segar, daging dan unggas segar, jenis cereals dan gandum yang dimasak.
Bukan cuma darah tinggi, orang yang mengidap penyakit jantung dan tungkainya bengkak, perlu membatasi asupan natrium juga. Begitu juga jika mengidap penyakit ginjal, keracunan kehamilan (toxemia gravidarum), dan gangguan hati. Termasuk mereka yang sedang menjalani terapi dengan obat golongan corticosteroid (pasien asam kena penyakit autoimmune, kulit, ginjal nephritic syndrome).
Namun, jika pantang garam kelewat batas bisa berbahaya juga. Kekurangan natrium dan klor secara drastis bisa menjadi beban lain bagi ginjal, dengan gejala pembengkakan (oedema) juga. Kaki bengkak lantaran penyakit jantung, hati, atau ginjal, berbeda dengan bengkak karena kekurangan natrium.
Jadi, intinya kita harus seimbang dalam hal mengonsumsi natrium. Tidak boleh lebih dan juga tidak boleh kurang. Karena jika hal tersebut terjadi, maka si natrium tersebut akan menimbulkan penyakit untuk tubuh kita. ~Dini~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda dan pergunakanlah kata yang sopan. ^^
Terima kasih atas kunjungannya. ^^